Kesunnahan dan keutamaan Aqiqah adalah pada hari ketujuh kelahiran
bayi. Namun demikian menurut Syafii dan Hanbali Aqiqah sah dilaksanakan
mulai kelahiran bayi. Kalau bayi belum lahir maka itu sedekah dan bukan
Aqiqah. Maliki dan
Hanafi mengatakan Aqiqah yang dilaksanakan sebelum hari ketujuh tidak sah dan menjadi sedekah.
Hanafi mengatakan Aqiqah yang dilaksanakan sebelum hari ketujuh tidak sah dan menjadi sedekah.
Ketika melewati hari ketujuh dan belum dilakukan Aqiqah, menurut
mazhab Syafii tetap disunahkan sampai mencapai umur baligh, yaitu 15
tahun untuk anak laki-laki dan umur haid pertama untuk anak perempuan.
Menurut Maliki, jika melewati hari ketujuh maka gugurlah kesunnahan
Aqiqah. Menurut Hanbali jika hari ketujuh lewat maka kesunnahan
berpindah ke hari ke-14, lalu hari ke-21 dan seterusnya berdasarkan
riwayat dari Aisyah ra beliau memerintahkan seperti itu.
Anak yang telah baligh atau dewasa namun belum dilakukan Aqiqaah
untuknya, menurut mazhab Syafii tetap disunnahkan Aqiqah. Namun
kesunnahan Aqiqah berpindah dari tanggungan orang tua menjadi tanggungan
dirinya sendiri. Masalah tersebut dipertentangkan oleh ulama. Ada dua
pendapat di sini.
Pertama: barang siapa belum dilakukan Aqiqah untuknya hingga baligh,
maka disunnahkan baginya melakukan Aqiqah untuk dirinya sendiri.
Pendapat ini diikuti oleh para ulama seperti Atha, Muhammad bin Sirin,
Hasan Basri, Qaffal Syasyi
dsari ulama Syafii dan riwayat dari Imam Ahmad.
dsari ulama Syafii dan riwayat dari Imam Ahmad.
Pendapat ini menggunakan dalil riwayat Baihaqi dari Anas r.a. bahwa
Rasulullah saw melakukan Aqiqah untuk diri sendiri beliau setelah diutus
(artinya setelah umur 40 tahun).
Hadist tersebut menjadi perdebatan panjang di antara para ulama
hadist. Abdul Razzaq salah seorang ulama hadist mengatakan bahwa
gara-gara hadist tersebut rawi Abdullah bin Muharrar ditinggalkan oleh
para ulama, namun demikian hadist tersebut juga diriwayatkan dengan
sanad lain oleh Qatadah. Ibnu Hajar menyebutkan hadist tersebut dari
beberapa riwayat antara lain: riwayat Bazzar disebutkan Abdullah dlaif,
Dliya al-Muqaddisi juga disinyalir mensahihkan hadist
yang tidak sahih. Imam Nawawi mengatakan hadist tentang Aqiqah Rasulullah saw untuk diri sendiri, batil. Baihaqi juga mengatakan dlaif.
yang tidak sahih. Imam Nawawi mengatakan hadist tentang Aqiqah Rasulullah saw untuk diri sendiri, batil. Baihaqi juga mengatakan dlaif.
Namun demikian Albani mencantumkan hadist tersebut dalam kitabnya
Silsilah Hadist Sahih no. 2726. Albani mengumpulkan semua riwayat
tersebut dan menyimpulkan ada beberapa riwayat Thabari yang cukup cukup
dan ini didukung pendapat beberapa ulama melakukan dan menganjurkannya,
seperti riwayat dari Imam Ahmad, Muhammad bin Sirin, Hasan al-Basyri
dll.
Pendapat ini juga mengatakan, tidak ada larangan melakukan Aqiqah
bagi dirinya sendiri setelah dewasa. Aqiqah juga merupakan ibadah yang
terkait dengan harta, ini boleh diwakili dan diqadla apabila belum
dilakukan.
Pendapat kedua mengatakan tidak sah Aqiqah untuk diri sendiri, ini
pendapat Imam Syafii dan riwayat terkuat dari Imam Ahmad. Alasannya
tidak ada dalil yang kuat menunjukkan ini. Sekiranya dianjurkan, tentu
banyak riwayat dari para sahabat melakukannya.
0 komentar:
Posting Komentar