Tombo ati iku limo perkarane
Kaping pisan moco Qur’an lan maknane
Kaping pindo sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo bisa ngelakoni
Mugi-mugi gusti Allah nyembadani
Obat hati ada lima perkaranya
Yang pertama baca Quran dan maknanya
Yang kedua sholat malam dirikanlah
Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh
Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima dzikir malam perbanyaklah
Salahsatunya siapa bisa menjalani
Kaping pisan moco Qur’an lan maknane
Kaping pindo sholat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo bisa ngelakoni
Mugi-mugi gusti Allah nyembadani
Obat hati ada lima perkaranya
Yang pertama baca Quran dan maknanya
Yang kedua sholat malam dirikanlah
Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh
Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima dzikir malam perbanyaklah
Salahsatunya siapa bisa menjalani
Semoga Allah
mengabulkannya
SYAIR
“Tombo Ati” alias obat hati yang berjumlah lima amalan ibadah adalah syair
berbahasa Jawa yang populer secara turun-temurun. Syair yang berisi nasihat ini
semakin booming setelah masuk ke dunia rekaman yang dilantunkan seniman Muslim
Emha Ainun Najib dan dilanjutkan oleh penyanyi Opick dengan versi bahasa
Indonesianya.
Ada
pihak yang menyebutkan bahwa syair Tombo Ati ini berasal dari Sunan Bonang
salah satu ulama shalih penyebar Islam di tanah Jawa, di mana beliau
menggunakan syair itu dalam sebagai media dakwah.
Meski
demikian, apakah bisa dikatakan bahwa otomatis beliau perumus Tombo Ati? Bisa
jadi, namun kemungkinan hal itu kecil, karena Wali Songo adalah ulama yang
dikenal menganut metode sanad dalam ajarannya hingga kemungkinan besar ajaran
yang disampaikan merujuk kepada ulama sebelumnya.
Jika
seandainya bukan Sunan Bonang, lalu siapa ulama sebelum beliau yang
merumuskannya?
Pertanyaan
itu terjawab oleh kitab Shifat Ash Shafwah karya Ibnu Al Jauzi (597 H) ulama
besar madzhab Hanbali, di mana saat beliau menulis biografi Yahya Bin Muadz Ar
Razi ulama yang wafat di Naishabur tahun 258 H, beliau menuliskan bahwa Yahya
menyampaikan 5 obat hati (lihat, Shifat Ash Shafwah, 4/92).
Dalam
kitab itu Yahya bin Muadz menyatakan, ”dawa’ al qalb khomsah asya’” (obat hati
ada 5 perkara), yang dalam bahasa Jawa, ”tombo ati iku limo perkarane” (obat
hati ada 5 perkara).
Dari
lima perkara itu Yahya bin Muadz merinci, ”qira’ah Al Qur’an bi at tafakkur”
(membaca Al Qur’an dengan perenungan), yang dalam bahasa Jawa, ”moco Quran
angen-angen sakmaknane”.
Yang
kedua adalah “khala’ al bathn” (kosongkan perut atau berpuasa), yang dalam
bahasa jawa, ”weteng siro kudu luwe”.
Obat
hati selanjutnya adalah, ”qiyam al lail” kalau dijawakan menjadi, ”sholat wengi
lakonono”.
Selanjutnya
adalah, ”tadzarru’ indza as sahr” (merendahkan diri saat waktu sahur) kalau
dalam versi Jawa, ”dzikir wengi ingkang suwe”.
Sedangkan
obat hati yang terakhir yang disebut Yahya bin Mu’adz adalah, ”mujalasah as shalihin”
(bermajelis dengan orang-orang shalih) yang dalam versi Jawanya, ”wong kang
sholeh kumpulono.”
Jika
demikian, maka hal ini merupakan salah satu indikator bahwa ajaran Walisongo
bersumber kepada ulama terdahulu, tinggal generasi Islam saat ini, tidak hanya
bisa manghafal, namun juga dituntut untuk mengamalkan 5 perkara yang amat
dianjurkan itu, hingga hati menjadi tenang.*
Rino wengi tansah iling kang moho suci
Sing akhire biso mulyo biso mukti
Akhirote oleh surgo widodari
Lan mulane wong iku den ati-ati
Mumpung isih lawang tobat iku mengo
Lamun den tutup badan susah awak iro
Eman temen wong kang sugih ora gelem sembahyang
0 komentar:
Posting Komentar